Sabtu, 09 Oktober 2010

Contoh Proposal PTK

PENGGUNAAN METODE DRILL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA DALAM OPERASI HITUNG CAMPURAN
DI KELAS III SDN NO 73 KOTA TIMUR KOTA GORONTALO

A. Latar Belakang
Salah satu Kompetensi Dasar pada mata pelajaran Matematika di kelas 3 SD adalah ( 1.4 ) Melakukan operasi hitung campuran , dan salah satu indikatornya adalah siswa mampu melakukan empat pengerjaan hitung bilangan yaitu: penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Penulis dalam melaksanakan pembelajaran matematika di kelas 3 SDN No 73 Kota Timur, khususnya pada materi operasi hitung campuran ini, menemukan bahwa ternyata setelah di jelaskan dan diberikan tugas tentang operasi hitung campuran, hanya 24,3 % yang dapat menyelesaikannya dan ketika diberikan tugas perkalian tiga bilangan dan satu angka, hanya 48,6 % yang dapat menyelesaikannya dengan baik. Hal ini menimbulkan keprihatinan akan dampaknya dalam hasil belajar mereka nanti.
Dari hasil yang diperoleh tersebut, penulis mengidentifikasi beberapa kelemahan yang dimiliki siswa sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan operasi hitung campuran ini dengan baik, yaitu : (1) siswa kurang terampil dalam hal menjumlah dengan teknik menyimpan, (2) siswa kurang terampil dalam mengurang dengan teknik meminjam dan (3) siswa tidak hafal perkalian.
Ketiga hal diatas haruslah segera diatasi agar pembelajaran tetap dapat dilaksanakan dengan tuntas sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia. Untuk itu penulis mencoba beberapa alternatif pemecahan dan diantaranya yang dirasakan paling cocok adalah menggunakan Metode Drill ( Latihan) dimana dalam penerapan metode ini dibarengi dengan penjelasan –penjelasan yang bertujuan memahamkan kepada siswa tentang cara menyimpan untuk penjumlahan, cara meminjam untuk pengurangan dan makna perkalian sebagai penjumlahan berulang sehingga konsep tentang perkalian itu mereka pahami. Dalam hal ini penulis belum sampai pada pembagian sebab diharapkan siswa harus mantap dulu pada ke tiga macam operasi ini baru akan melangkah pada operasi yang terakhir yaitu pembagian.
Adapun langkah – langkah yang ditempuh dalam penerapan metode drill ini adalah : (1) menampilkan bilangan yang akan di jumlahkan atau dikurangkan, (2) membimbing siswa melakukan penjumlahan atau pengurangan dengan teknik menyimpan atau meminjam, (3) memberikan tugas menyelesaikan tugas baik secara kelompok maupun individu, baik didalam kelas maupun sebagai PR, (4) memeriksa hasil pekerjaan siswa ,memberikan reinforcement kepada yang berhasil dan memberikan tugas kembali kepada yang belum berhasil.
Untuk perkalian agak berbeda sedikit penerapannya, dimana langkah (1) menampilkan gambar yang relevan yang menunjukkan pengelompokan benda yang dapat dihitung dengan menjumlahkan secara berulang sehingga siswa dapat melihat dengan jelas konsep bahwa perkalian pada dasarnya adalah penjumlahan berulang. (2) selanjutnya siswa mengubah penjumlahan tersebut dalam bentuk perkalian dan (3) kemudian menentukan hasilnya
Berdasarkan uraian diatas,maka ditetapkanlah judul penelitian ini adalah : PENGGUNAAN METODE DRILL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA DALAM OPERASI HITUNG CAMPURAN
DI KELAS III SDN NO 73 KOTA TIMUR
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Apakah dengan menggunakan metode drill keterampilan siswa kelas 3 SDN no 73 Kota Timur dalam operasi hitung campuran dapat ditingkatkan?

C. Tujuan Penelitian
• Secara umum memberikan gambaran bahwa setiap permasalahan pembelajaran dapat diatasi dengan menerapkan berbagai metode pembelajaran yang sesuai
• Secara khusus bertujuan untuk mengetahui apakah dengan menerapkan metode drill ,keterampilan siswa dalam operasi hitung bilangan campuran di kelas 3 SD dapat ditingkatkan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi peneliti, memberikan banyak pengalaman dalam menghadapi dan mengatasi segala permasalahan yang ditemui dalam kegiatan pembelajaran .
b. Bagi guru, dapat memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan pembelajaran seperti apa yang diharapkan.
c. Bagi siswa, dapat membuat siswa lebih tertarik dan antusias dalam belajar Matematika karena adanya perubahan pemikiran tentang pelajaran Matematika yang sebelumnya merupakan hal yang kurang disukai menjadi pelajaran yang disukai dan belajar Matematika itu tidak sulit bahkan sangat menyenangkan
d. Bagi sekolah, dengan adanya kegiatan yang dilakukan serta hasil yang diberikan membawa dampak positif terhadap perkembangan sekolah yang nampak pada peningkatan hasil belajar sehingga dapat tercapainya ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah, yaitu peningkatan prestasi siswa, dengan meningkatkan keberhasilan siswa berarti meningkatkan mutu bagi sekolah tersebut.
E. Kerangka Konseptual dan kajian Teoretis
1. Karakteristik siswa SD kelas III dalam belajar Matematika :
1) Ciri–ciri anak usia kelas III SD
Siswa kelas III SD rata-rata umurnya 7- 8 tahun.
2) Perkembangan jiwa anak kelas III SD
Anak usia 7 tahun atau anak–anak kelas II SD adalah suka bermain,
terutama bermain benda–benda disekitarnya.
3) Menurut piaget anak–anak rata-rata usia 7-8 tahun termasuk usiaoperasional konkrit (umur 7-12 tahun). Pada masa ini berkembang rasa
ingin tahu dan pada masa ini sudah dapat melakukan tugas-tugas konkret. Mengingat hal diatas yaitu motivasi belajar sangat tinggi karena ingin tahunya, maka sangatlah tepat bila guru menggunakan metode Drill dalam pembelajaran Matematika di kelas III SD, sehingga belajar siswa tidak jenuh.
2. Pengertian Metode Drill.
Drill merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. Kata latihan mengandung arti bahwa sesuatu itu selalu diulang-ulang, akan tetapi bagaimanapun juga antara situasi belajar yang pertama dengan situasi belajar yang realistis, ia akan berusaha melatih keterampilannya. Bila situasi belajar itu diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan lebih disempurnakan.
Ada keterampilan yang dapat disempurnakan dalam jangka waktu yang pendek dan ada yang membutuhkan waktu cukup lama. Perlu diperhatikan latihan itu tidak diberikan begitu saja kepada siswa tanpa pengertian, jadi latihan itu didahului dengan pengertian dasar.
Metode Drill dapat digunakan untuk :
o Kecakapan motoris, misalnya : menggunakan alat-alat (musik, olahraga, menari, pertukangan dan sebagainya).
o Kecakapan mental, misalnya: Menghafal, menjumlah, menggalikan, membagi dan sebagainya.
Dalam penerapannya metode Drill memiliki kelebihan :
o Pengertian siswa lebih luas melalui latihan berulang-ulang.
o Siswa siap menggunakan keterampilannya karena sudah dibiasakan.
3. Keterampilan dalam operasi hitung bilangan
Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan tidak tahu menjadi tahu dari tidak paham menjadi paham. Khususnya dalam pembelajaran Matematika salah satu kriteria atau aspek penilaian ketuntasan adalah keterampilan dalam memecahkan masalah atau meyelesaikan suatu pengerjaan hitung bilangan, sehingga jika aspek ini belum dikuasai dengan baik oleh siswa baik secara individu maupun kelompok maka ketuntasan materi itu belum tercapai. Pada operasi hitung campuran keterampilan itu menyangkut 4 jenis operasi bilangan yaitu, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang saling terkait satu sama lain, yakni penjumlahan dan pengurangan sebagai konsep dasar untuk perkalian dan pembagian
4. Pengertian yang Relevan
Tugas guru antara lain memahami dengan baik materi yang akan diajarkan, memahami dan memanfatkan dengan baik cara peserta didik belajar Matematika untuk pembelajaran yang dilaksanakan, memahami cara mengajarkan Matematika yang efektif dan menggunakan cara-cara mengajar Matematika. Siswa melakukan belajar untuk memperoleh konsep dan infomasi baru tentang Matematika. Untuk itu guru harus memahami kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar Matematika sehingga bisa memilih metode yang tepat. Misalnya dengan menghafal, yang berarti mengulang kembali dalam ingatan dan mengungkapkan kembali tanpa bantuan apapun. Dalam hal ini menurut Prof. Soedjadi, ahli matematika di IKIP Surabaya penting dihidupkannya kembali mencongak yang bersifat hafalan. "Sebab, menghafal itu tetap berguna dari SD sampai perguruan tinggi tapi yang perlu, pengertiannya dulu diberikan, baru menghafalnya."
5. Kerangka Pemikiran
Dalam pembelajaran siswa mengalami dan melakukan belajar pada pembelajaran Matematika siswa belajar untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol ketajaman penalaran yang dapat memperjelaskan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam aktifitas belajar tersebut akan menghasilkan perubahan yang bersifat kualitatif.
Kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dalam pembelajaran Matematika anak akan memahami konsep dengan baik bila anak sudah merasa tertarik dan berminat untuk belajar Matematika. Selain itu agar hasil belajar lebih bermakna dan memuaskan dalam hal ini menggunakan salah satu metode yang mengaktifkan siswa untuk berpikir dan menemukan konsep sendiri maupun dibimbing guru terutama dalam hal mengasah pengetahuan dan keterampilannya dalam melakukan suatu operasi hitung bilangan. Dan dari permasalahan yang ditemui maka metode Drill merupakan satu metode yang diprediksi dapat menjadi solusinya.
F. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan paparan teoretik dan rumusan permasalahan serta solusi yang diajukan maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : “ Penggunaan Metode Drill dapat meningkatkan keterampilan siswa kelas 3 SDN No 73 Kota Timur dalam operasi hitung bilangan campuran “
G. Metodologi Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan SDN No.73 Kota Timur, Kota Gorontalo, dengan subyek penelitian siswa kelas 3 Tahun Pelajaran 2010 - 2011 yang berjumlah 37 orang .
2. Rancangan Tindakan
Rancangan tindakan menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari empat komponen sebagai langkah pelaksanaan PTK yaitu : (1) Rencana, (2) Tindakan, (3) Observasi peran serta , dan (4) Refleksi.


3. Prosedur Pelaksanaan
Prosedure pelaksanaan penelitian direncanakan pelaksanaannya dalam 3 tahap, yaitu : l
- Tahap awal
- Tahap tindakan
- Tahap akhir
a. Tahap Awal
Yaitu merencanakan pelaksanaan penelitian dengan kegiatan berikut :
(1) melaksanakan identifikasi awal tentang kemampuan siswa secara kuantitatif maupun kualitatif,
(2) Merencanakan prosedur kegiatan yang akan dilaksanakan,
(3) Mengkomunikasikan dengan kepala sekolah dan teman sejawat yang bakal menjadi mitra kerja dalam penelitian ini,
(4) Mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian kepada kepala sekolah sekaligus permohonan kesediaan untuk menjadi mitra kerja,
(5) Menyiapkan fasilitas dan perangkat pembelajaran yang dibutuhkan
b. Tahap Tindakan
Yakni melaksanakan kegiatan dalam 3 siklus. Adapun kegiatan yang direncanakan dalam 3 siklus tersebut adalah :
(1). Siklus 1. Memantapkan konsep penjumlahan dengan cara menyimpan dan konsep pengurangan dengan cara meminjam dengan media gambar dan memberikan latihan – latihan pemantapan selama kegiatan pembelajaran
(2). Siklus 2. Memantapkan konsep bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang dengan menunjukkan operasi perkalian dalam bentuk gambar / benda konkret dan memberikan latihan – latihan pemantapan selama kegiatan pembelajaran
(3) Siklus 3. Memberikan latihan –latihan menyelesaikan soal –soal pengerjaan hitung campuran secara individu maupun kelompok hingga nampak jelas keterampilan setiap siswa dalam menyelesaikan soal tentang pengerjaan hitung campuran tersebut.
c. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi berlangsung dalam setiap siklus yang dilaksanakan dengan berpedomankan pada : (1) Semua aspek yang menjadi indikator keterampilan menyelesaikan operasi hitung campuran, (2) Proses penerapan metode Drill, dan (3) Instrumen penilaian / lembar observasi yang telah disiapkan
d. Refleksi
Menganalisis semua data yang diperoleh dari hasil pemantauan dan evaluasi di setiap siklus baik secara kuantitatif maupun kualitatif guna ditindak lanjuti pada siklus berikutnya.
e. Tindak lanjut
Menindaklanjuti kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi pada tahap berikut setelah tindakan mulai dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan tindakan setelah diketahui kelemahan yang terjadi pada tindakan sebelumnya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan lembar observasi tentang (a). kegiatan pembelajaran ( angket siswa dan guru ) (b) tes evaluasi untuk siswa
5. Kriteria Keberhasilan Pencapaian Tujuan
Adapun yang menjadi indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah jika 75 % siswa sudah dapat menyelesaikan operasi hitung campuran dengan tepat atau mencapai ketuntasan dengan nilai minimal 75 atau meningkat 50,7 % dari hasil identifikasi awal untuk pengerjaan hitung campuran dan meningkat 26,4 % untuk perkalian tiga bilangan dan satu angka.
6. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data dilaksanakan secara berkesinambungan pada setiap siklus dan diakhir siklus digunakan untuk menyimpulkan hasil tindakan , menyusun laporan untuk dipresentasikan guna membuktikan hipotesa yang telah diajukan.
7. Jangka Waktu
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini direncanakan selama 4 ( empat ) bulan sampai dengan penyusunan laopran, terhitung mulai minggu ke dua bulan Oktober 2010,

Daftar Pustaka

hhtp/ guru online , 2010, strategi dan metode pembelajaran
Hadisetyo, 2009 , Penelitian Tindakan Kelas dan Model – Model pembelajaran
Mustoha. Amin, dkk, 2009. Senang Matematika, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Tim Bina Karya, 2006, Terampil Berhitung Matematika, Jakarta,PT Erlangga
Wardhani, I.G.A.K, dkk, 2008. Penelitian Tindakan Kelas, Pusat Penerbit Universitas Terbuka : Jakarta

Minggu, 03 Oktober 2010

Contoh : CARA MENGATUR JADWAL PEMBELAJARAN, EVALUASI & REMEDIAL

MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
KELAS / SEMESTER : III / SATU
NO STANDAR KOMPETENSI / TARGET ALOKASI PELAKSANAAN
KOMPETENSI DASAR & INDIKATOR KKM % WAKTU
1 Memahami lingkungan dan melaksanakan
kerjasama di sekitar rumah dan sekolah
1.1 Menceritakan lingkungan alam dan 68
buatan di sekitar rumahdan sekolah
Tema : Pengalaman
* Mengidentifikasi lingkungan alam dan buatan
di lingkungan rumah dan sekolah
* Menjelaskan manfaat lingkungan alam dan
buatan
* Menjelaskan manfaat kenampakkan buatan bagi
kehidupan
* Menjelaskan cara membuat lingkungan buatan
di sekolah
EVALUASI
Tema : Lingkungan
* Mengidentifikasi lingkungan alam dan buatan
di lingkungan rumah dan sekolah
* Menjelaskan manfaat lingkungan alam dan
buatan
* Menjelaskan manfaat kenampakan buatan bagi
kehidupan
* Menjelaskan cara membuat lingkungan buatan
di sekolah

1.2 Memelihara lingkungan alam dan 70
buatan di sekitar rumah
Tema : Kebersihan
* Menyebutkan contoh lingkungan alam dan
lingkungan buatan
* Membedakan lingkungan alam dan buatan
* Menjelaskan ligkungan alam dan buatan
* Menunjukan contoh kepedulian terhadap
lingkungan alam
* Menjelaskan cara melestarikan lingkungan
EVALUASI
REMEDIAL
1.3 Membuat denah dan peta lingkungan 69
rumah dan sekolah
Tema : Tempat Umum
* Membuat mata angin dengan tepat
* Membuat denah rumah
* Membuat denah sekolah
* Menjelaskan manfaat denah dalam kehidupan
sehari-hari
EVALUASI
1.4 Melakukan kerjasama di lingkungan 68
rumah, sekolah, dan kelurahan/desa
Tema : Peristiwa
* Menyebutkan contoh kerja sama di lingkungan
rumah, sekolah, dan kelurahan/desa
* Menjelaskan manfaat kerja sama di lingkungan
rumah, sekolah, dan kelurahan/desa
EVALUASI
REMEDIAL
Ket : Jadwal : Rabu & Kamis Jumlah Jam : 36 pert.x 1 JP =
Total 36 JP
SK = 1 * Efektif belajar: 29 pert. x 1 JP = 29 JP
KD = 4 * Ulangan Harian : 4 pert. X 1 J P = 5 JP
Indikator = 19 * Remedial : 2 pert. X 1 JP = 2 JP

Kamis, 02 September 2010

Sekilas Renungan Ttg :

Keikhlasan

Pintar,cerdas, dan berbagai kemampuan kognitif, afektif serta psikomotor bukan hanya potensi anak orang kaya ,pejabat dan jabatan atau status sosial tinggi yang memiliki fasilitas belajar yang lengkap dan ditunjang oleh gizi yang sempurna, namun kecerdasan itu adalah potensi yang diberikan oleh Allah kepada semua manusia dan tugas kita sebagai orang tua,guru ataupun orang dewasa disekitar anak untuk mengidentifikasi dan mengawal kecerdasan anak itu agar tumbuh berkembang secara wajar , pesat dan terarah dengan cara mendidiknya.

Mengidentifikasi dan mengawal kecerdasan anak tidaklah semudah diucapkan ,dipikirkan dan dirancang prosesnya bila dalam benak kita tidak ada keikhlasan dan ketulusan hati untuk menjalaninya sebab hal itu lebih cenderung bersifat bathiniah dan sumber kekuatan penggerak bathin sudah tentu berasal dari dalam bathin juga ,jika keduanya sudah terconect dengan baik maka barulah proses dapat berjalan dengan lancar.

Penulis merasa terkesan dengan semboyan BRI yaitu melayani dengan setulus hati , dan sering terbetik dalam hati seandainya itu adalah semboyan para pendidik dan benar – benar diterapkan sudah tentu membangun karakter anak bangsa melalui pendidikan tidak hanya sekedar wacana dan bukan sebagai satu kewajiban semata namun memang sudah menjadi satu kebutuhan bahkan akan membudaya sebagai karakter mendidik .

Berdasarkan pengalaman penulis dalam menangani masalah siswa baik masalaj belajar maupun perilaku, ketulusan hati dan keikhlasan dalam melakukan dan menerapkan konsep pengubahan yang telah dirancang sangatlah efektif untuk mencapai perubahan sebab perilaku dalam proses menangani itupun sudah menjadi satu duplikasi bagi siswa dimana ia merasa diperlakukan dengan baik dan merasa diarahkan kepada hal – hal yang benar sehingga timbul kepercayaannya terhadap apa yang kita sampaikan kepdanya dan tanpa paksaan, iapun dengan ikhlas melaksanakan apa yang kita harapkan.

Sikap setengah hati atau ogah – ogahan dalam menangani siswa baik untuk belajar dan perilaku akan menimbulkan rasa malas dan putus asa dalam diri kita dan hal itu akan terasa oleh anak sehingga ia pun akan merasa bosan bahkan akan menjauh dari kita. Namun biasanya hal ini tidak kita sadari, kadang kita sudah merasa maksimal dalam usaha tetapi kita tidak pernah tahu bahwa kuncinya belum terbuka sehingga semua usaha kita hanya mentok dihadapan anak tanpa mampu menyentuh relung hatinya sehingga perubahan pun tak pernah terjadi sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.

Surah Al-Ashr ayat 1 – 3 menyatakan, Bismillahirrahmanirrahiim "Demi masa. (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (3)” . Dalam konteks pendidikan surah ini dapat bermakna bahwa upaya yang dilakukan tidak akan ada hasilnya tanpa adanya keikhlasan dari seseorang untuk melakukannya…

Jika anda menghadapi seorang anak atau siswa yang menurut anda sangat luar biasa perilakunya bahkan mungkin anda sudah mendapat info ttg kejelekan perilakuknya, maka cobalah tatap anak itu dalam-dalam, tataplah dengan mata hati anda, resapkanlah dalam jiwa anda dan tanamkan dalam hati anda bahwa sesungguhnya dia tidak tahu tentang hal itu dan siapakah yang yang harus memberitahunya ? jawabannya adalah anda sendiri sebagai orang tua, guru, pendidik atau orang dewasa disekitar anak. Dan itu adalah kewajiban anda . Jika untuk memberitahu sudah dianggap sebagai kewajiban maka setiap kali pasti akan dilaksanakan dan suatu hal yang selalu dilaksanakan atau berulangkali dilakukan maka hal itu akan menjadi satu kebiasaan dan kebiasaan itu akan menjadi karakter anda. Nah demikian pula dengan siswa atau anak jika ia sudah melakukan suatu perbuatan secara berulang maka itu akan menjadi kebiasaannya dan nantinya kebiasaan itu yang akan menjadi karakternya.

Memang tidak mudah menjadi seorang guru bukan hanya dalam hal menyiapkan administrasinya tapi yang lebih mendalam adalah implementasi dari apa yang telah kita rancang dalam administrasi pembelajaran itu keduanya sama pentingnya karena keduanya adalah komponen dari satu sistem pendidikan. Ibarat pohon, wujud atau hasil pembelajaran yang kita laksanakan adalah buah dari pohon itu .

Sabtu, 12 Juni 2010

IPTEK SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN

Pendahuluan

IPTEK dipandang sebagai salah satu landasan pendidikan. Karena peran IPTEK di era kini sangat besar dalam mengembangkan pendidikan. Wujud nyatanya secara sederhana dapat kita lihat pada penggunaan komputer sebagai fasilitas pendidikan yang sekarang ini sudah menjadi kebutuhan yang mendasar dalam segala aktivitas pendidikan. Bahkan lebih kompleks lagi jika ditinjau dari segi sistem atau jaringan informasi yang dibutuhkan. Hal ini sudah tentu tidak lepas dari sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan cepat di segala bidang kehidupan manusia.

Untuk mengetahui secara jelas mengapa IPTEK dijadikan sebagai salah satu landasan pendidikan maka dapatlah dikaji melalui pemahaman kita tentang beberapa hal berikut :

1. Hakikat Pendidikan

Hakikat pendidikan dapatlah kita pahami melalui karakter evolusi, dimana secara kodrati manusia adalah makhluk evolusi, yang artinya bahwa manusia berada dalam proses menjadi; yaitu proses perkembangan dari keadaan yang tidak sempurna menjadi semakin sempurna. Proses evolusi manusia melibatkan fisik, mental dan intelektual. Proses perkembangan manusia lebih menyangkut kepribadian.
Dalam pengertian ini pendidikan harus ditempatkan dalam perkembangan dan perubahan kepribadian manusia. Semakin manusia berubah, semakin pula pendidikan berkembang dan berubah serta menemukan maknanya.

Berbicara tentang pendidikan, kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa ada subyek pendidik dan subyek anak didik. Subyek pendidik dan anak didik harus ditempatkan dalam konteks pelaku pendidikan. Disini kita dapat memahami bahwa pendidikan dimengerti sebagai upaya transformasi pengetahuan semata, namun lebih merupakan hubungan timbal balik antara pendidik dan subyek anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

2. Pendidikan Sebagai Ilmu

Untuk memahami pendidikan sebagai ilmu kita harus merujuk kepada kriteria yang menegaskan keabsahan sebuah pengetahuan. Pengetahuan dapat disebut ilmu harus memiliki tiga unsur yaitu sistimatis, metodis, dan koheren. Sistimatis berarti pendidikan harus mengikuti sistim dan syarat yang dapat dipertanggungjawabkan. Metodis berarti pendidikan harus diselenggarakan dengan metode ilmiah. Sedangkan koherensi menunjuk pada satu kesatuan sistim dan metode yang berlangsung. Demikian pendidikan sebagai ilmu menempatkan manusia dalam keseluruhan proses evolusinya. Proses evolusi yang melibatkan aspek biologis, sosiologis, mental dan intelektual.
Pendidikan sebagai ilmu meliputi tiga hal yaitu pertama, ilmu teoritis, yaitu ilmu yang menentukan pernyataan-pernyataan teoritis dan syarat bagi pendidikan. Kedua, ilmu praktis yang berkaitan dengan sarana-sarana tertentu untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan. Dan yang ketiga ilmu deskriptif dan normatif, yaitu ilmu yang merumuskan hukum dan kriteria pendidikan dalam kaitannya dengan kepribadian subyek didik dan situasi lingkungan.

3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Imu pengetahuan menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik (systematic knowledge). Iilmu juga sebagai pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan itu bisa disebut sebagai ilmu, karena ilmu merupakan kumpulan pengetahuan sistematis. Contoh : ilmu tentang anatomi tubuh manusia dalam beberapa hal ditemukan kesamaan proses / jaringannya dengan hewan. Hal ini sudah tentu merupakan hasil riset yang dilakukan dalam waktu dan melalui proses yang panjang dan memanfaatkan kecanggihan teknologi sebagai sarana dan media penunjang riset, hingga akhirnya tiba pada kesimpulan tersebut. Teknologi sebenarnya mencakup ilmu pengetahuan dan engineering atau teknik. Jadi teknologi itu sendiri sebenarnya telah mengandung ilmu pengetahuan di dalamnya. Namun dalam arti tertentu dan banyak dipakai bahwa teknologi merupakan applied science, yaitu penerapan ilmu pengetahuan bagi kesejahteraan manusia.
Dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi” hal. 20 ,Burhanudin Salam ,memberikan pengertian bahwa yang dimaksud teknologi adalah: “Penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan, dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan”. Lebih lanjut ditegaskan pula bahwa dalam teknologi, kerja sama antara pikiran dan tangan merupakan alat yang efektif untuk memproduksi barang. Melalui kerja sama antara pikiran dan tangan, manusia yang tidak lengkap ini mampu bertahan untuk hidup, tidak saja dalam menghadapi binatang buas dan secara alamiah lebih diperlengkapi, tetapi juga dalam menghadapi keganasan alam. Untuk mempertahankan diri terhadap binatang buas misalnya, manusia primitif membuat senjata. Sedangkan untuk mempertahankan diri terhadap perubahan cuaca, mereka membuat baju, tempat tinggal, membuat api, dan lain-lain. Melalui teknologi orang telah mampu memperluas jangkauannya membuat gerobak, kapal, mobil, dan kapal terbang. Disamping memperkuat dan memperluas jangkauan tangan, teknologi juga mampu menyempurnakan organ-organ tubuh lainnya. Alat-alat optik misalnya, mampu membantu mata melihat benda-benda yang sangat kecil atau yang letaknya sangat jauh. Telepon dan radio mampu meningkatkan kemampuan manusia dalam mendengar dan komputer dalam berpikir. Bila dipandang secara keseluruhan maka perkembangan teknologi menunjukkan kemajuan yang terus-menerus.

Pada tahap pertama perkembangan kebudayaan, teknologi baru membantu pekerjaan yang dilakukan dengan tangan manusia. Kemudian dengan digunakannya binatang, roda, dan as, setahap demi setahap tenaga alam menggantikan tenaga manusia. Mesin-mesin makin lama makin disempurnakan dan menjadi lebih kuat sesuai dengan adanya perkembangan di bidang tenaga uap, tenaga listrik, dan tenaga nuklir. Sejalan dengan perubahan setahap demi setahap dari penggunaan secara langsung tangan manusia pada alat-alat dan mesin maka terjadi pula perubahan dari penggunaan hasil alam secara langsung kepada penggunaan bahan-bahan sintetis hasil teknologi.
Sekarang kemajuan teknologi sudah sampai pada pengembangan otomatisasi. Masalahnya sudah bukan lagi pada peningkatan kemampuan organ-organ tubuh manusia, akan tetapi sudah sampai pada meniru perbuatan manusia sebagai suatu sistem tertutup. Dalam otomatisasi, mesin mengambil alih segala pekerjaan yang tadinya dilakukan manusia.
Kemajuan teknologi ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan individual, sosial, dan kebudayaan. Dengan adanya peningkatan produksi yang tinggi maka berbagai macam kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan lebih baik. Tetapi di lain pihak teknologi cenderung membuat manusia menjadi suatu unit yang abstrak dalam hubungan yang abstrak dari suatu masyarakat dan kebudayaan teknologi. Jadi, inti dari masalah kehidupan modern adalah proses menjadi abstrak, yang dapat melemahkan kehidupan pribadi dan hubungan sosial. Kepribadian kehilangan perasaan aman, dan dalam kehidupan sosial, perasaan setia kawan menjadi berkurang.

4. IPTEK Sebagai Landasan Pendidikan

Dalam hubungannya dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung tanggungjawab untuk membudayakan eksistensi kehidupan manusia. Artinya: dengan peralatan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia semakin lebih berpeluang untuk menciptakan perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi kehidupan yang lebih berkembang dan maju. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan misalnya, telah mampu memberikan manusia paradigma-paradigma yang baru. Sebagai contoh: dulunya manusia menganggap bahwa adalah mustahil kita bisa sampai ke bulan, namun ternyata pada abad 20 karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang bisa merakit sebuah pesawat dan bisa sampai di bulan (pesawat Apollo yang dikendarai Neil Amstrong dapat sampai ke bulan).
Selain itu, dengan teknologi, pendidikan mampu membuat perubahan; dan dengan pendidikan, teknologi diharapkan mampu membuat kehidupan semakin berkembang dan maju. Berkembang dan maju dalam arti bernilai kultural manusiawi, sehingga segala kebutuhan hidup dapat lebih mudah dicukupi dan dapat dimanfaatkan secara adil dan merata. Dengan pendidikan teknologi, jalan menuju kesejahteraan umum semakin terbuka. Dengan adanya teknologi, manusia mampu menciptakan berbagai mesin dan alat-alat elektronik yang bisa menunjang pendidikan. Misalnya: mesin foto copy, komputer, LCD, internet dan lainnya. Tentunya semua sarana ini sangat memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan manusia sehingga pola pikir manusia bisa berkembang dan maju dalam segala segi kehidupan manusia.

5. Refleksi Kritis Perkembangan Iptek Dalam Kehidupan Manusia

Dari pembahasan di atas, kita dapat melihat betapa pentingnya IPTEK dalam pendidikan. Oleh karena kepentingannya inilah maka IPTEK dimasukkan sebagai salah satu landasan dalam pendidikan. Seperti diketahui bahwa di zaman sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu maju dengan pesat, dan merupakan dasar bagi kemajuan pendidikan; kimiawi, medis dan industrialisasi. IPTEK telah menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat sekarang ini, bahkan seolah-olah menjadi dewa dalam era globalisasi yang telah merambah. IPTEK dipandang dapat membantu manusia menyelesaikan sejumlah persoalan yang menghadang dalam kehidupannya. Sampai pada detik ini, IPTEK telah memberikan banyak manfaat bagi pendidikan manusia secara umum.
Di balik keberhasilan IPTEK tersebut, ternyata terdapat wajah lain yang berlawanan. IPTEK juga menghadirkan sejumlah kontribusi yang mengecewakan. “Dunia resah gelisah ditengah kemakmuran yang mengapung di atas kemiskinan, berdansa menari di bawah lampu perdamaian di atas ubin berlandaskan bom-bom nuklir. Dua pertiga warga dunia berada dalam kemiskinan, menderita lapar dan kekurangan gizi. Sumber daya alam dan energi semakin menyusut. Di mana-mana timbul keresahan mengenai pencemaran lingkungan. Kota-kota di negara berkembang bertambah pengap dan sesak. Kenakalan remaja, kriminalitas dan ancaman narkotika tidak lagi terbatas pada kota-kota negara maju. Dari daratan Asia sebelah selatan ratusan manusia bergelimang dalam sedih dan derita memilih ditelan ombak laut yang ganas daripada tinggal di daratan dan hidup di bawah pemerintahan lalim yang mereka tolak.” (M. T. Zen, Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia, hal. 24).

Itulah contoh-contoh akibat dari wajah suram kemajuan IPTEK. Perlombaan senjata nuklir, polusi industri, mesin-mesin pertambangan canggih yang menguras hasil bumi, yang kesemuanya itu hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat elit dan pemerintah, ternyata memberikan dampak negatif bagi sebagian besar masyarakat dunia terutama mereka yang miskin.

Contoh-contoh lain yang bisa ditambahkan yaitu kemajuan IPTEK di bidang medis seperti: kloning, eutanasia, aborsi dan bayi tabung.
Kemajuan-kemajuan tersebut memperlihatkan bahwa begitu lajunya perkembangan IPTEK sehingga ada sebagian nilai-nilai pendidikan yang tertinggal di belakang. Sebut saja nilai pendidikan kemanusiaan misalnya seolah-olah terkikis dengan daya pikat IPTEK yang begitu dahsyatnya. Manusia sering menjadi objek bagi perkembangan IPTEK itu sendiri. Sehingga menjadi kabur antara siapa yang menguasai dan dikuasi; apakah manusia yang menguasai IPTEK atau IPTEK yang menguasai manusia? Manusialah yang menguasai IPTEK dan oleh sebab itu pendidikan yang membangun sangat diharapkan bisa dilakukan oleh para pengajar di sekolah, atau pun di rumah. IPTEK digunakan sebagai sarana yang berguna dalam pendidikan, dan bukannya sebaliknya, IPTEK digunakan sebagai sarana yang menghancurkan manusia.

Penutup

Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena saling terkait. Ilmu pengetahuan tanpa teknologi bagaikan pohon tidak berbuah, sedangkan teknologi tanpa ilmu pengetahuan bagaikan pohon tanpa akar.

Pada dasarnya illmu pengetahuan dan teknologi ditujukan untuk kemaslahatan manusia dan olehnya melalui pendidikan diharapkan tujuan itu bisa teraktualisasikan.

Peranan guru dan siswa sangat urgen dalam upaya memanfaatkan IPTEK sebagai sarana pengembangan berbagai bidang ilmu serta menempatkan IPTEK sebagai obor menuju kesejahteraan manusia di bumi ini.

PERANAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK BANGSA

PENDAHULUAN

Karakter adalah watak / perilaku seseorang yang sudah menyatu dan mewarnai diri seorang insan yang terwujud dalam setiap kata maupun perbuatannya di setiap saat.

Karakter terbentuk melalui konsep – konsep yang diperoleh seseorang melalui pengamatan, pengalaman dan duplikasi dari lingkungan dimana ia tumbuh dan berkembang. Hal ini dimulai sejak seseorang mulai mengenal makna setiap kata, isyarat dan tingkah laku orang yang lebih tua dari dirinya yang ada di sekitarnya, yang berulang bahkan menjadi kebiasaan , lalu dalam diri seseorang itu terjadi “penerimaan” atau “penolakan” terhadap apa yang ia terima tadi . Penerimaan yang dimaksud dapat dicontohkan misalnya, seorang anak yang tumbuh dilingkungan orang dewasa yang suka memaki atau bergunjing lalu iapun mengikuti kebiasaan itu tanpa ada “counter “ dari lingkungan lain maka perilaku itu akan terterima dan bisa jadi karakter anak itu nantinya. Namun sebaliknya jika ia mendapat “counter” dari lingkungan lain misalnya dari sekolah, maka akan terjadi penolakan dalam diri anak itu terhadap perilaku tersebut sehingga terbentuk perilaku lain yang lain ( yang baik ) yang kelak membentuk karakter sang anak di kemudian hari.

Lingkungan rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan pada hal – hal yang positif . Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuh suburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk.

Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.

Dengan demikian, jelas bahwa pada dasarnya pendidikan baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat sangatlah berperan penting dalam pembentukan karakter seorang anak bangsa. Untuk itu, upaya –upaya apakah yang dapat dilakukan agar apa yang dibentuk melalui pendidikan di tiga lingkungan tersebut membuahkan karakter yang sesuai dengan harapan dan kendala – kendala apakah yang dihadapi ?

PEMBAHASAN

Bagaimana bentuk pendidikan serta konsep – konsep apa yang sering diterima oleh seorang anak di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat, sedikitnya sudah digambarkan pada pendahuluan di atas, maka pada pembahasan ini , penulis lebih memfokuskan pada contoh – contoh konkrit upaya penerapan konsep yang diharapkan dapat menumbuhkembangkan perilaku yang dapat membentuk karakter anak, serta kendala – kendala yang dihadapi dalam melaksanakan upaya dimaksud.

1. Peran Keluarga

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa lingkungan rumah dan keluarga memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan perilaku anak. Untuk itu pastilah ada usaha yang harus dilakukan terutama oleh pihak – pihak yang terkait didalamnya sehingga mereka akan memiliki tanggung jawab dalam hal ini.

Beberapa contoh kebiasaan yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga :

- Membiasakan anak bangun pagi, mengatur tempat tidur dan berolahraga

- Membiasakan anak mandi dan berpakaian bersih

- Membiasakan anak turut membantu mengerjakan tugas – tugas rumah

- Membiasakan anak mengatur dan memelihara barang – barang yang dimilikinya

- Membiasakan dan mendampingi anak belajar / mengulang pejaran/ mengerjakan tugas sekolahnya

- Membiasakan anak pamit jika keluar rumah

-. Membiasakan anak mengucap salam saat keluar dari dan pulang ke rumah

-. Menerapkan pelaksanaan ibadah sholat sendiri dan berjamaah

-. Mengadakan pengajian Alquran dan ceramah agama dalam keluarga

-. Menerapkan musyawarah dan mufakat dalam keluarga sehingga dalam diri anak akan tumbuh jiwa demokratis

- Membiasakan anak bersikap sopan santun kepada orang tua dan tamu

- Membiasakan anak menyantuni anak yatim dan fakir miskin

Kendala – kendala yang dihadapi dalam keluarga :

- Tidak ada / kurangnya keteladanan / contoh penerapan yang diberikan oleh orang tua.

- Orang tua atau salah satu anggota keluarga ( orang dewasa ) yang tidak konsisten dalam melaksanakan usaha yang sedang diterapkan

- Kurang terpenuhinya kebutuhan anak dalam keluarga, baik secara fisik maupun psikhis sebab ada ungkapan yang menyatakan bahwa ’kepatuhan anak berbanding sama dengan kasih sayang yang diterimanya’.

- Tempat tinggal yang tidak menetap

2. Peran Sekolah

Jika dilingkungan rumah/ keluarga , anak dapat dikatakan “ menerima apa adanya” dalam menerapkan sesuatu perbuatan, maka dilingkungan sekolah sesuatu hal menjadi “mutlak”adanya, sehingga kita sering mendengar anak mengatakan pada orang tuanya “ Ma, Pa, kata Bu guru/ Pak guru begini bukan begitu “ Ini menunjukkan bahwa pengaruh sekolah sangat besar dalam membentuk pola pikir dan karakter anak, namun hal ini pun bukanlah sesuatu yang mudah tercapai tanpa ada usaha yang dilakukan. Untuk menjadi ‘Bapak dan Ibu’ guru seperti dalam ilustrasi diatas butuh keteladanan dan konsistensi perilaku yang patut diteladani .

Contoh – contoh perilaku yang dapat diterapkan disekolah:

· Membiasakan siswa berbudaya salam, sapa dan senyum :

- Tiba di sekolah mengucap salam sambil salaman dan cium tangan guru.

- Menyapa teman, satpam, penjual dikantin atau cleaning servis di sekolah

- Menyapa dengan sopan tamu yang datang ke sekolah

· Membiasakan siswa berbicara dengan bahasa yang baik dan santun

· Mendidik siswa duduk dengan sopan di kelas

· Mendidik siswa makan sambil duduk di tempat yang telah disediakan, tidak sambil jalan- jalan

· Membimbing dan membiasakan siswa sholat Dhuha dan sholat dzuhur berjamaah di sekolah

Kendala – kendala yang dihadapi di sekolah ;

· Tidak ada / kurangnya keteladanan / contoh yang diberikan

· Guru yang tidak konsisten dalam melaksanakan aturan yang telah ditetapkan

· Lingkungan sekolah yang tidak kondusif untuk pembelajaran

3. Peran Masyarakat

Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah orang yang lebih tua yang “ tidak dekat “, “ tidak dikenal “ “ tidak memiliki ikatan family “ dengan anak tetapi saat itu ada di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak . Orang – orang inilah yang dapat memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.

Contoh – contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat :

- Membiasakan gotong royong, misalnya : membersihkan halaman rumah masing – masing, membersihkan saluran air, menanami pekarangan rumah.

- Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan , merusak atau mencoret – coret fasilitas umum

- Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik.

Kendala – kendala yang dihadapi dimasyarakat ;

- Tidak ada kepedulian

- Tidak merasa bertanggung jawab

- Menganggap perbuatan anak adalah hal yang sudah biasa

4. Peran Pemerintah

Pemerintah sudah tentu memiliki andil yang besar dalam pembentukan karakter anak bangsa sebab berbagai kebijakan terlahir dari para penentu kebijakan. namun kadang kala ada kebijakan / aturan yang justru tidak disadari dapat memupuk perilaku anak yang tidak baik, contohnya :

- Membuka tempat – tempat hiburan atau taman – taman wisata yang tidak ada pengawasan yang ketat, misal; ada batas jam malam berkunjung, razia KTP bagi yang berpasangan, dsb.

- Menetapkan peraturan tidak merokok ditempat umum/ tertentu, namun saat berdialog langsung dengan para siswa, seorang pejabat justru sambil merokok tidak henti – hentinya atau saat melakukan rapat di ruangan ber AC para pejabat sambil ber asap ria.

- Menekankan disiplin untuk semua kegiatan , tapi kenyataannya masih banyak yang menggunakan “jam karet”.

- Memberikan izin penayangan film- film yang bertajuk film anak di televisi namun tidak memiliki nilai didaktis didalamnya padahal televisi adalah media yang sangat dekat dengan anak.

PENUTUP

A. Kesimpulan :

Apabila kita amati secara garis besar, pencapaian pendidikan nasional kita masih jauh dan harapan, apalagi untuk mampu bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif, pendidikan nasional masih memiliki banyak kelemahan mendasar. Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak didik, melainkan gagal dalam membentuk karakter dan watak kepribadian (nation and character building), bahkan terjadi adanya degradasi moral.

Untuk itu perlunya upaya – upaya konkrit yang harus segera dilakukan melalui pendidikan agar anak bangsa kita tidak semakin terpuruk oleh kepribadian yang semu yang selama ini membelenggu bahkan sudah membentuk karakter mereka dan upaya ini hendaknya di mulai dari diri orang tua , pendidik , masyarakat dan pemerintah itu sendiri dalam hal ini harus ada niat ikhlas dan bertekad mengubah pola asuh dan perilaku diri sebab inilah modal dalam mengubah perilaku anak bangsa.

B. Saran

Agar upaya dilakukan dapat menunjukkan hasil yang maksimal maka sebagai orang tua, pendidik , masyarakat maupun pemerintah hendaknya dapat:

1. Menunjukkan konsistensi , keteladanan dan pola anutan yang tepat dalam penerapan suatu perilaku yang diharapkan

2. Melakuan kerjasama dengan berbagai pihak untuk mendapatkan hasil yang maksimal

3. Menerapkan semboyan dan bukan hanya menslogankan semboyan

DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU DAN IMPLEMENTASINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN


1. DEFINISI FILSAFAT

Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, philosophia: philein artinya cinta, mencintai, philos pecinta, sophia artinya kebijaksanaan atau hikmat. Jadi filsafat artinya “cinta akan kebijaksanaan”. Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati.

Definisi filsafat menurut beberapa ilmuwan antara lain:
1. PLATO
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli artimya kebenaran yang telah dibuktikan secara nyata.
2. ARISTOTELES
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, estetika.
3. DESKARTES
Filsafat adalah kumpulan dari segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia sebagai bidang penelitian.
4. IMMANUEL CANT
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pangkal pokok dari segala pengetahuan.
5. AL FARABI
Filsafat adalah pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.

Ada empat macam persoalan dalam filsafat:
1.
Apa yang dapat kita ketahui?
Jawaban dari pertanyaan tersebut terdapat dalam filsafat tentang metafisika.
2. Apa yang harus kita ketahui?
Jawaban ada pada filsafat tentang etika.

3. Sampai dimana harapan kita?
Jawaban ada pada filsafat tentang agama.
4. Apa yang dinamakan manusia?
Jawaban ada pada filsafat tentang antropologi.

2. DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU

* Pengertian Filsafat Ilmu

Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
* Robert Ackerman : Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual

* Lewis White Beck : Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan

* Michael V. Berry : Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari beberapa segi kajian, yaitu :

A. Ontologi
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.

Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.

Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.
Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
1.
Materialisme;
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
2. Idealisme (Spiritualisme);
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi.

3. Dualisme;
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
4. Agnotisisme.
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.

B. Epistemologi
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya.
Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori moral.
Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Empirisme;
Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
2. Rasionalisme;

Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal.
Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.

3. Positivisme;
Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme.
Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
4. Intuisionisme.
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.

C. Aksiologi
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori:

(1) baik dan buruk; serta

(2) indah dan jelek.

Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau estetika.
1. Etika
Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis.

Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.
a. Deontologis.
Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya.
Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.

b. Teologis
Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia.

Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).
2. Estetika
Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.
Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.

. Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan cukup beragam. Mulai dari persoalan mendasar mengenai perencanaan pendidikan, pengorganisasian, kepemimpinan, serta pengawasan pendidikan. Sehingga dibutuhkan penguasaan untuk mengkaji masalah-masalah, kelemahan, dalam mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pendidikan lebih banyak mengarah kepada manusia. ”Hanya manusia yang bisa dididik” ( Nurcholis Majid.) Sehingga upaya – upaya pendidikan kepada manusia harus mengacu kepada hakekat tujuan pendidikan manusia itu sendiri. Kompleksitas pendidikan yang akan diterapkan kepada manusia, sejalan dengan kompleksitas pemahaman terhadap manusia.
Hal ini mengingat manusia merupakan sebuah makhluq teramat canggih dari Sang Pencipta. Persoalan tentang apa itu fikiran, akal, jiwa, fisik manusia sendiri cukup demikian rumitnya. Sehingga penerapan ilmu untuk mendidik manusia dengan kompleksitas tersebut akhirnya beragama.

3. IMPLEMENTSI FILSAFAT DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN

A. Pengertian

Pendidikan , dalam konteks keberadaan dan hakekat kehidupan manusia, merupakan pembentukan kepribadian manusia, yaitu mengembangkan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk beragama (religius). Dengan melihat aspek yang demikian luas yang akan dicapai oleh pendidikan, maka pengaturan atau manajemen terhadapnya, mutlak diperlukan. Mulai manajemen peserta didik, pendidik (sebagai elemen sentral) , proses pendidikan, biaya pendidikan, serta beberapa komponen dalam pendidikan lainnya

Kebaikan tanpa dimanaje dengan baik akan dikalahkan dengan keburukan yang dimanaje dengan baik. Demikian pula, pendidikan yang notabene diarahkan kepada kebaikan tidak akan berarti apa-apa , jika tidak diatur dengan baik. Manajemen atau pengaturan, amat menentukan terhadap hasil yang akan dicapai oleh suatu pendidikan.
. Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan cukup beragam. Mulai dari persoalan mendasar mengenai perencanaan pendidikan, pengorganisasian, kepemimpinan, serta pengawasan pendidikan. Sehingga dibutuhkan penguasaan untuk mengkaji masalah-masalah, kelemahan, dalam mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pendidikan lebih banyak mengarah kepada manusia. ”Hanya manusia yang bisa dididik” ( Nurcholis Majid.) Sehingga upaya – upaya pendidikan kepada manusia harus mengacu kepada hakekat tujuan pendidikan manusia itu sendiri. Kompleksitas pendidikan yang akan diterapkan kepada manusia, sejalan dengan kompleksitas pemahaman terhadap manusia. Hal ini mengingat manusia merupakan sebuah makhluq teramat canggih dari Sang Pencipta. Persoalan tentang apa itu fikiran, akal, jiwa, fisik manusia sendiri cukup demikian rumitnya. Sehingga penerapan ilmu untuk mendidik manusia dengan kompleksitas tersebut akhirnya beragama.

Tidak hanya sekedar psikologi, paedagogi, sosiologi, biologi, morfologi, seni, kosmologi , neurology dan banyak cabang ilmu lain yang digunakan sebagai upaya untuk mendidik manusia.Dari sisi ini sangat difahami, jika untuk mendidik manusia dibutuhkan tingkat kerumitan tingkat tinggi. Dalam konteks pendidikan di sebuah sekolah, universitas maupun pondok pesantren misalnya, pendidikan yang diterapkan membutuhkan perencanaan yang matang, pengorganisasian yang kuat, kepemimpinan yang memberdayakan seluruh civitas akademika, juga evaluasi yang cermat.
Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan cukup beragam. Mulai dari persoalan mendasar mengenai perencanaan pendidikan, pengorganisasian, kepemimpinan, serta pengawasan pendidikan. Sehingga dibutuhkan penguasaan untuk mengkaji masalah-masalah, kelemahan, dalam mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Persoalan mikro dan makro pendidikan akan nampak. Dengan melihat permasalahan secara komprehensif, keputusan akhir yang diambil menunjukkan aspek manajemen sesungguhnya



B. Pandangan Tentang Manajemen
Dubrin (dalam Wibowo, 2007 :10) menyatakan bahwa manajemen mempunyai tiga pengertian lain yaitu :
1. Manajemen sebagai disiplin atau bidang studi. Mananejemen merupakanm bidang pengetahuan seperti pengetahuan lainnya yang dapat dipelajari. Kebanyakan eksekutif puncak menguasai manajemen. Mempelajari manajemen menghasilkan return on ivestment yang sangat besar
2. manajemen sebagai orang. Manajemen juga mengindikasikan manajer secara kolektif dalam suatu organisasi, yaitu individu yang menjalankan manajemen
3. manajemen sebagai karier. Banyak 0rganisasi merekrut lulusan PT dengan menawarkan peluang karier dalam manajemen. Serangkaian pekerjaan secara progressif mengarahkan pada tanggung jawab yang lebih besar apabila calon menunjukkan kompetensi manajerial.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses penggunaan sumberdaya organisasi dengan menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien (wibowo, 2007)
Robbin dan Coultar (dalam Wibowo, 2007 : 9) memberikan definisi manajemen sebagai suatu proses untuk membuat aktivitas terselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.

Terkait efektivitas dan efisiensi, Drucker menekankan perbedaan penting, antara efektifitas (melakukan hal yang benar ) dan efisiensi (melakukan hal dengan benar) (Heller, 2003).
“Manajemen adalah menyangkut manusia. Tugasnya untuk membuat orang mampu bekerjasama, membuat keunggulan mereka bermanfaat, dan kelemahan mereka tidak relevan. Inilah tujuan organisasi, dan inilah alasannya mengapa manajemen adalah…faktor yang menentukan “ The New Realitas (dalam Heller, 2003 : 18)

C. Pandangan Tentang Pendidikan
Pendidikan, hendaknya berkisar antara dua dimensi hidup;

(1) penanaman rasa taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan (2) pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama, ( Prof. Nurcholis Madjid di dalam pengantar buku Menuju Masyarakat Belajar (Sidi, 2001). Sehingga titik tekan pendidikan kepada penanaman rasa taqwa kepada Tuhan, merupakan sumber hakiki manusia. Karena pada prinsipnya manusia itu lemah dan serba tergantung. Ketergantungan itu ditegaskan oleh Schleimarcher (dalam Cassier:1990), “perasaan manusia tergantung secara mutlak pada Yang Illahi”.
Sehingga, pendidikan dalam konteks ini dipahami :
“suatu upaya untuk memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik sebagai diri pribadi yang memiliki ‘hurriyat al iradah’, yang hidup bersama dengan makhluk-makhluk yang lain , maupun sebagai hamba Tuhan yang terikat oleh hukum normatif (syariat / din-nullah), dan sekaligus sebagai ‘wakil Tuhan’ yang dibebani suatu tanggung jawab kosmis.
(Purwadi, 2002. :127).
Sebagaimana dikatakan Nanang Fattah (2006: 5), kehidupan relegius dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (yang) dapat menghayati dan mengamalkan ajarannya sesuai dengan agamanya, dapat terwujud melalui pendidikan.

Lebih lanjut Jalaludin (2001:48) dengan mengacu kepada prinsip penciptaan, maka menurut filsafat pendidikan Islam, manusia adalah makhluk yang berpotensi dan memiliki peluang untuk dididik.
Pada akhirnya, arah pendidikan bila dikaitkan dengan keberadaan dan hakekat kehidupan manusia, yakni ” untuk pembentukan kepribadian manusia, yaitu mengembangkan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk beragama (religius) ” ( Nanang Fattah (op.cit).

Pendidikan yang notabene meliputi keseluruhan tingkah laku manusia tersebut, dilaksanakan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup .
Sejalan dengan hakekat pendidikan, manusia akan cenderung untuk akan mencari makna dan motivasi tujuan utama hidupnya. Viktor Frankl (dalam Johnson ,2007:62) mengatakan ”Pencarian seseorang akan makna adalah motivasi utama dalam hidupnya...dan hanya dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri ”.
Persoalan-persoalan pendidikan demikian kompleks. Kompleksitas tersebut baik secara mikro yang bersifat essensi meliputi guru (pendidik) dan murid (peserta didik). Secara makro, persoalan tentang tujuan dan prioritas pendidikan, keberadaan siswa, manajemen pendidikan, sturktur dan jadwal, adanya alat bantu belajar , fasilitas, teknologi , pengawasan mutu pendidikan, penelitian dan pengembangan serta pembiayaan.
Semua hal tersebut merupakan satu kesatuan. Bersifat sistemik dan saling tergantung satu sama lain.
Dalam konteks realitas pendidikan nasional Indonsia ,Indra Jati Sidhi (2001 : 13) menganalisis bahwa system pendidikan nasional yang telah dibangun selama tiga dasawarsa terakhir ini, ternyata belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

Melihat demikian ragamnya sebuah pendidikan, maka tidak bisa tidak, sebuah manajemen atas pendidikan tersebut harus dan wajib dilaksanakan. Kerusakan parah dalam sektor pendidikan lebih banyak disebabkan karena kacaunya sistem pendidikan. Upaya-upaya perbaikan mutu pendidikan melalui manajemen pendidikan yang baik diharapkan terus dilaksanakan. Sebagaimana prinsip kai zen yakni perbaikan terus menerus, khususnya dalam manajemen pendidikan , diharapkan mampu memberikan kontribusi besar terhadap wilayah cakupan pendidikan, khususnya terhadap manusia dan tentu saja bagi kemanusiaan itu sendiri.

D. Implementasi Manajemen Pendidikan Dalam Pelaksanaan Tugas

Pada dasarnya penerapan ataupun pelaksanaan tugas ”mendidik” yang dilakukan oleh seorang guru ” hanya guru itu sendiri yang tahu” dalam arti bahwa pelaksanaan tugas itu tergantung dari apa yang menjadi ”motivasi”( niat ) dan ” tujuan ” semula dari guru itu sendiri. Dalam hal ini ada guru yang:

- ’semula tidak tahu bahwa dia akan menjadi guru’,

- semula menganggap menjadi guru itu’ mudah’

- menjadi guru karena ingin punya pekerjaan dan penghasilan tetap

- sejak kecil bercita –cita menjadi guru

- merasa terpanggil untuk mengabdikan dirisebagai guru , dll.

Konteks diatas senantiasa akan menjadi acuan pelaksanaan tugas seorang guru apabila tidak ada hal – hal yang mampu meng’counter’nya baik secara intern maupun ekstern.

Berdasarkan pengalaman dapat dikemukakan beberapa hal sehubungan dengan praktek manajemen pendidikan di antaranya:

- Memanaje perilaku siswa ketika berada dilingkungan sekolah dengan membuat suatu peraturan kehidupan siswa disekolah ( perdupsis) dan memahamkannya kepada seluruh warga sekolah untuk senantiasa melaksanakannya

- Memanaje perilaku guru agar menjadi contoh bagi siswa

- Memanaje kegiatan pembelajaran melalui penerapan PAKEM

- Memanaje hubungan baik dengan orang tua melalui pelaksanaan rapat Komite dan informasi kegiatan sekolah lainnya secara rutin dan berkala.